BICARAINDONESIA-Medan : Riady, SH selaku kuasa hukum Salikin, salah seorang debitur yang menjadi terdakwa dalam perkara kredit macet PT Bank Sumut kantor cabang pembantu (KCP) Galang, Kabupaten Deliserdang secara tegas meragukan kredibilitas ahli dari Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara.
Karena pada saat berlangsungnya sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan pada Senin, 31 Januari 2022 lalu di ruang sidang Cakra 2, si ahli justru bingung dan cenderung tak bisa menjawab pertanyaan soal apakah kerugian negara dengan kerugian keuangan negara itu berbeda yang dilontarkannya.
“Jawabanya sungguh diluar ekspetasi saya, ahli mengatakan bahwa tidak ada bedanya antara kerugian negara dengan kerugian keuangan negara. Luar biasa, ahli yang dihadirkan itu auditor BPKP negara lho, masak pertanyaaan mendasar begitu saja tidak bisa dijawabnya,” kritiknya terkait hal tersebut saat dikonfirmasi kru media BicaraIndonesia, Kamis (3/2/2022).
Demikian juga saat ahli ditanya tentang parameter dan dampak kerugian negara akibat kredit macet yang agunan sebagai jaminan tidak dapat dilelang. Yang bersangkutan juga tidak dapat menjawab dan menjelaskannya.
Atas fakta tersebut Riady menyimpulkan, jika untuk urusan mendasar seperti itu saja sudah diragukan jawaban dan kredebilitasnya, bagaimana dengan penilaian dan audit oleh ahli auditor tersebut kepada para debitur. Uniknya lagi, lanjut dia, dari 125 debitur, dalam penjelasan dipersidangan, ternyata ahli hanya melakukan pemeriksaan 5 dokumen debitur sebagai sampel.
“Saya benar-benar meragukan kredibilitas ahli dari BPKP Provinsi Sumatera Utara ini, dari 125 nasabah hanya 5 orang yang disurvei dan diwawancarai setengahnya pun tidak,” kecam Riady.
Oleh karenanya, ia meminta agar majelis hakim mempertimbanghkan kembali semua keterangan ahli di persidangan.
Untuk diketahui, dalam persidangan yang digelar selama 3 jam mulai pukul 16 00-19.00 WIB itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Djanaka Radji sebagai ahli auditor pada Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim, ahli mengatakan telah melakukan survei lapangan kepada 125 debitur dan semua proses peminjaman kredit oleh para debitur di lakukan tidak sesuai prosedur dan mengakibatkan kerugian negara.
Sebelumnya di persidangan itu, mantan Pimpinan Cabang (Pincab) PT. Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu (KCP) Galang, Kabupaten Deliserdang masa kerja 2017-2020, Martin Matondang mengungkapkan bahwa sejumlah nasabah yang mengajukan berbagai jenis kredit, uangnya dicairkan debitur bernama Salikin.
Hal itu disampaikan Martin saat menjadi saksi dalam kasus dugaan kredit macet di bank plat merah tersebut yang mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp35,775 miliar.
Seperti diketahui, kasus kredit di salah satu BUMD milik Pemprovsu itu diantaranya mantan Pincab PT Bank Sumut KCP Galang Legiarto, mantan Wakil Pimpinan Ramlan dan salah seorang debitur bernama Salikin.
“Dari sekitar 125 debitur, ada juga yang sudah lunas pinjaman pokoknya dan ada juga sama sekali tidak membayar cicilan kredit seperti atas nama Mulyadi dan Suhadi,” ucap Martin menjawab pertanyaan hakim anggota, Ibnu Kholik pada sidang sebelumnya.
Fakta lain yang cukup mencengangkan juga terungkap di persidangan yakni terkait sejumlag surat tanah yang diagunkan ke PT Bank Sumut KCP Galang, sudah dialihkan atas nama orang lain.
“Rata-rata SK jual beli di hadapan Kades. Rata-rata non sertifikat, yang Mulia,” pungkas Martin.
Sedangkan Saksi lainnya, Erwin Zaini yang juga Legal Bank Sumut mengatakan, dirinya juga pernah ditugaskan dalam proses analisa kredit dan diberi tugas ke lapangan.
“Ada debitur lain tapi sesungguhnya atas nama debitur, Salikin. Iya, ada permohonan kredit yang bermasalah. Ada permintaan pimpinan bank agar proses kreditnya dibantu,” cetus Erwin
Sepengetahuan saksi, para debitur memiliki usaha. Seperti pedagang ayam, bisnis isi ulang air minum kemasan dan lainnya. Saksi selanjutnya, Agung Guliono selaku analis Bank Sumut menegaskan, bangunan maupun tanah yang diagunkan harus lebih besar dari nilai kredit (pinjaman) yang diajukan.
“Ada kita lakukan survei ke lapangan. Biasanya 2 orang. Melakukan penaksiran harga akad yang akan diagunkan. Hasilnya kami teruskan ke pimpinan. Bisa juga pimpinan menyetujui diberikan kredit walau tim penaksir harga mengatakan yang bersangkutan tidak pantas diberikan kredit,” papar Agung.
Sementara, usai mendengarkan keterangan para saksi, Hakim Ketua, Syafril Pardamean Batubara melanjutkan persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi lainnya.
Penulis : Yuli
Editor : Yudis
No Comments