BICARAINDONESIA-Medan: Konflik berkepanjangan serta perlawanan masyarakat terhadap kepemilikan Hutan Adat Pandumaan dan Sipituhuta, telah menjadi permasalahan berkepanjangan.
Puncaknya saat PT Toba Plup Lestari (TPL) mengambil alih kontrol atas hutan tersebut. Padahal masyarakat setempat berkeyakinan, area hutan tersebut adalah milik nenek moyang mereka.
Namun, dinamika konflik semakin rumit ketika pemerintah memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan PT TPL untuk mengelola dan memanfaatkan hutan tersebut sebagai areal konsensi. Masyarakat Pandumaan Sipituhuta merasa hak-hak tradisional mereka terabaikan.
Merespons konflik tersebut, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DRPD Sumut, Mangapul Purba menyatakan bahwa Pemerintah dan PT TPL harus bertanggungjawab terhadap keberlangsungan sosial-ekonomi masyarakat Pandumaan Sipituhuta dan mengembalikan hak-hak tradisional mereka,
“Berpuluh tahun sebelumnya masyarakat menggantungkan ekonominya dengan bertani kemenyan dari pohon-pohon yang nenek moyang mereka tanam, lalu dengan semena-mena PT Toba Plup Lestari membabat pohon kemenyan dan menggantinya dengan menanam pohon eukaliptus tanpa sedikitpun memperhatikan hak tradisional dan hak ekonomi rakyat, wajar kalau rakyat melawan dan konflik berkepanjangan terjadi, pastinya ini menjadi tanggung jawab PT TPL,” ujar Mangapul Purba melalu siaran persnya, Sabtu (15/2/2025).
Namun terkait hal itu, Mangapul secara tegas mengatakan, TPL harus konsisten menjaga areal konsesinya dan tidak menganggu areal yang menjadi milik masyarakat,
“Kalau legalnya itu milik TPL ya harus konsisten menjaga konsesinya, tapi kalau memang itu milik mayarakat jangan di ganggu, perusahan harus tegas pada posisinya, dan hak rakyat juga di tempatkan pada porsinya sehingga tidak di giring kepada situasi konflik yang menimbulkan berbagai persepsi di publik,” sebutnya.
Anggota DRPD Sumut terpilih dari Dapil Siantar-Simalungun ini juga menyampaikan bahwa ketika Pemerintah memberikan izin HGU kepada TPL untuk mengelola dan memanfaatkan hutan sebagai areal konsensi, bukan berarti bisa semena-mena dan mengabaikan hak rakyat, hal ini melenceng jauh dari visi pembangunan untuk rakyat.
“Pembangunan itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Ketika TPL menindas rakyat maka dia bukan lagi menjadi intrumen pembangunan dan kami meminta, izin TPL harus dicabut dan diambil alih oleh Pemerintah dan menyerahkan pengelolaan hutan Pandumaan Sipituhuta sepenuhnya kepada rakyat sekitar,” tegas Mangapul.
Terakhir, Mangapul Purba mengungkapkan bahwa telah lama diperhatikan bahkan terlibat aktif bersama rakyat untuk menuntut pertanggungjawaban PT TPL, tetapi selalu mereka abaikan dan diperparah dengan sikap arogansi pihak TPL dengan menggunakan preman untuk mengintimidasi perlawanan rakyat,
“PT TPL sangat arogan dan selalu mengintimidasi rakyat menggunakan preman, ini sudah menunjukkan tidak ada niat baik pihak PT TPL dan menyelesaikan konflik dan mengembalikan hak tradisional rakyat,” pungkas Mangapul Purba.
Editor: Ty/*