BICARAINDONESIA-Dairi : Di tengah sorotan miring terhadap Bupati Eddy Keleng Ate Berutu, suasana di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara kini mendadak heboh.
Kali ini terkait beredarnya Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) dari PT Inalum kepada pihak Pemkab Dairi.
Dalam sprinlid yang diterima Redaksi Bicaraindonesia, tercantum jelas Sprinlid Lanjutan itu bernomor : Sp.Lidik/129.a/VI/2020/Reskrim.
Tampak pula sprinlid tercantum perintah ditujukan kepada 4 penyelidik termasuk diantaranya Kasatreskrim Polres Dairi AKP Junisar Rudianto Silalahi. Surat itu juga masih sebatas ditandatangani Kasatreskrim. Sedangkan Kapolres Dairi AKBP Leonardo D Simatupang yang namanya tercantum, belum membubuhkan tanda tangan.
Terkait hal ini, AKBP Leonardo D Simatupang saat dikonfirmasi, terkesan enggan menanggapinya.
“Silahkan datang saja ke kantor,” jawab Leonardo menjawab konfirmasi yang dikirim lewat pesan singkat whatsapp, pada Senin, 29 Juni 2020 kemarin. Selanjutnya mantan Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Poldasu itu cenderung bungkam.
Bidik Istri Bupati?
Sementara, dari hasil investigasi Bicaraindonesia.net, mencuat kabar keluarnya sprinlid itu, semakin menguatkan dugaan bahwa penyelidik Polres Dairi tengah membidik Romy Mariani Simarmata alias Ny Romy Mariani Eddy Berutu, yang tak lain adalah istri Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu yang notabene menjabat sebagai Ketua TP-PKK Dairi sekaligus Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Dairi.
Apalagi dana CSR yang disalurkan lewat Dekranasda Dairi dengan nilai lebih kurang Rp600 juta yang sebelumnya ditujukan untuk meningkatkan perekonomian penenun Ulos Silalahi, kabarnya justru digunakan untuk ‘plesiran’.
Karena, bersama dengan Dinas Perindustrian dan Koperasi Dairi serta Yayasan Merdi Sihombing sebagai pihak ketiga, informasinya Dekranasda malah menggunakan dana dari perusahaan yang kini berstatus BUMN itu jalan-jalan ke negara Belgia, dengan dalih promosi ulos silalahi.
Mendengar kabar itu, para penenun ulos pun mengaku kecewa. Karena anggaran yang diharapkan bisa menjadi penopang perekonomian mereka yang ‘oleng’ akibat pandemi Covid-19 karena sulitnya pemasaran, malah tak sampai ke mereka sesuai harapan.
Mereka mengaku hanya mendapatkan bantuan berupa pelatihan dari Yayasan Merdi Sihombing yang ditunjuk Dekranasda Dairi, dengan kompensasi Rp100.000/hari.
“Pelatihan itu pun berlangsung selama 4 hari. Kemudian kami dapat bantuan sedikit benang dan alat tenun. Jumlah peserta pelatihan juga cuma 25 orang. Artinya sangat jauh nilainya jika dibadingkan dengan angka Rp600 juta yang diberikan Inalum dengan dalih untuk perajin ulos silalahi,” celetuk Mak Alfin, salah seorang penenun.
Terkait penggunaan anggaran CSR yang tidak jelas itulah, kata Mak Alfin yang membuat mereka curiga adanya indikasi penyelewengan.
“Kan memang CSR itu seharusnya untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk jalan-jalan ke luar negeri dengan alasan apapun,” ucapnya kesal.
Belakangan tersiar kabar, indikasi penyelewengan itulah yang membuat Polres Dairi mulai reaktif yang dibuktikan dengan dikeluarkannya Sprinlid.
Penulis/Editor : Tim
No Comments