BICARAINDONESIA-Jakarta : Saat ini, pemerintah dan DPR tengah jadi sorotan. Pasalnya itu terjadi karena pembahasan Rancangan Kitab Undang-udang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai tak transparan. Selain itu, masih muncul deretan pasal penghinaan ke penguasa seperti Presiden, polisi, hingga kepala daerah dalam draf RKUHP.
Terkait hal itu, akademisi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando menyampaikan penolakan terhadap pasal penghinaan tersebut. Menurut dia, pasal penghinaan terhadap penguasa itu tak diperlukan.
“Niatnya mungkin baik dari penjelasannya. Tapi, berbahaya terhadap demokrasi terlalu besar,” kata Ade, dikutip dari Viva, Rabu (22/6/2022).
Pemeberintah sebagai penguasa, kata Ade, mesti bersedia dihina. Ade mengatakan demikian karena tugas pemerintah melayani rakyat sehingga jika kinerja tak beres maka siap dikritik hingga dihina.
“Pemerintah itu memang harus pihak yang bisa dihina. Harus bersedia dihina karena ya seperti dikatakan. Karena dia harus melayani masyarakat,” terang pegiat media sosial itu.
“Kalau dia berkeja tidak beres. Dia bisa dibilang idiot atau goblok atau apapun. Atau dulu seperti Bu Megawati dibilang apa mirip Sumanto. Kan dulu pernah kasusnya ya,” sambungnya.
Pun, dia menyinggung Jokowi selaku Presiden RI juga tak mempersoalkan dengan pasal penghinaan. Menurut Ade, Jokowi pernah digambarkan oleh salah satu cover media massa dengan wajah berhidung panjang seperti Pinokio.
“Dia tidak melakukan apa-apa. Saya pikir itu mencerminkan kenegarawanan dia,” kata Ade.
Lehih lanjut, Ade mengingatkan pemerintah bukan sebagai pihak yang sakral dengan tak bisa diganggu, tidak dikritik, hingga tidak dihina. Bukan hanya pemerintah, untuk Anggota DPR juga mau dihina.
“Dia harus mau dihina. Anggota DPR juga mau harus dihina. Kalau saya masih sebatas dihina itu pun boleh, yang tidak boleh adalah difitnah,” katanya.
Bagi dia, dihina itu hanya bergerak dimulai dari umpatan kata-kata kotor hingga sekadar dibilang bodoh.
“Kamu itu bodoh, kamu itu tidak pantas jadi presiden lagi atau jadi menteri, apapun. Saya khawatirnya, kalau itu dilarang, teman-teman akan bungkam,” sebut Ade.
Draf RKUHP yang lama digodok DPR-Pemerintah menuai gelombang protes. Selain dianggap pembahasan tak transparan, kritikan mucul lantaran masih menyertakan draf versi 2019, RKUHP juga memuat sejumlah pasal penghinaan.
Deretan pasal tersebut diprotes karena dinilai membahayakan demokrasi. Salah satunya dalam draf RKUHP tersebut yaitu Pasal 240. Di pasal itu, setiap orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah di muka umum yang berakibat terjadinya kerusuhan bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun. Selain itu, ada Pasal 353 terkait Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara. Pasal 353 ayat 1 yaitu setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Lalu, Pasal 353 ayat 2 dalam hal perbuatan seperti ayat 1 yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Selain itu, ada pasal 218 dalam draf RKUHP yang kontroversial karena mengatur penyerangan kehormatan dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 218 ayat 1 mengatur setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
No Comments