x

Utak Atik Data Tanah SHGU, PTPN2 Terindikasi Lakukan Penyimpangan Aset Kemkeu

5 minutes reading
Sunday, 12 Sep 2021 13:58 0 263 admin

BICARAINDONESIA-Tanjungmorawa : Sarat kepentingan, terendus dibalik pelepasan lahan berstatus Sertifikasi Hak Guna Usaha (SHGU) milik PT Perkebunan Nusantara Dua (PTPN2). Hasil penelusuran Komunitas Cinta Tanah Sumatera (CTS), ‘permainan’ itu cenderung dilakukan lewat utak atik data luasnya lahan.

Iskandar Sitorus selaku Ketua Pendiri CTS menuturkan, kecenderungan hal itu terjadi, karena berkaitan dengan sejumlah rencana PTPN2 setelah puluhan tahun merugi.

“Menurutnya, sesuai data dan info yang dikumpulkan, CTS menemukan sejumlah poin yang ganjil, diantaranya aset PTPN2 berupa lahan SHGU sudah dibagi pemerintah c/q Pemprov Sumut kepada masyarakat seluas 28.000 hektar. Ini dipublis secara terbuka,” ungkapnya, Ahad (12/9/2021).

Pelepasan itu, lanjutnya, dipengaruhi faktor bahwa SHGU PTPN2 tidak ditatakelola dengan sebenarnya, sehingga digarap warga. Salah satu pemangku kepentingan pertanahan yakni komunitas petani bernama Cinta Tanah Sumatera atau CTS yang sudah nyaris 5 tahun mendaftarkan permohonan pelepasan itu ke Pemprov, Kanwil BPN Sumut, Bupati Deliserdang, Kantah BPN Deliserdang sampai Camat Tanjungmorawa.

“Nyatanya, data pelepasan itu di Pemprov Sumut belum diumumkan, tetapi data di BPN Sumut adalah kisaran 8.500 hektar. Data di PTPN2 adalah 5.800 hektar. Anehnya, yang pernah ditandatangani Bupati Deliserdang hanya 2.500 hektar,” sebutnya.

Lebih jauh Iskandar mengatakan, proses pemisahan kekayaan negara dari kas PTPN2 ke kas anak perusahaan yang dibentuk PTPN2 berupa penyertaan modal aset diduga kuat sarat penyimpangan.

“Sebab aset itu berlabel SHGU yang adalah milik negara dibawah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemkeu). PTPN2 tidak bisa serta merta menyerahkan aset itu ke entitas lain. Walau anak perusahaannya,” tegasnya.

Yang lebih janggal, sambung Iskandar, anak perusahaan itu ternyata kerjasama dengan pengembang group Ciputra untuk membangun Kota Satelit di Deliserdang seluas 8.800 hektar, dengan harapan PTPN2 mendapat label SHGB dari peralihan SHGU PTPN2 itu.

Namun ternyata, BPN Sumut hanya beri HPL (mirip penetapan lokasi yang statusnya harus ditingkatkan baru bisa SHGB) seluas 8.800 hektar. Dari puluhan tahun lalu sejak SHGU itu digarap warga selalu PTPN2 melakukan tindakan pisik bukan berdasar pada hukum positif.

“Konklusinya. Pertama, sedari awal PTPN2 diduga sudah menyimpangkan kewenangannya yang seharusnya mempertanggungjawabkan tupoksi sebagai pemohon/pengelola SHGU, namun itu disia-siakan. Terbukti, sebagian lahannya dilepas ke masyarakat oleh pemerintah,” tandasnya.

Kedua, kata Iskandar, ada upaya menyimpangkan kewenangan untuk kepentingan tertentu dalam kaitan proses pelepasan SHGU PTPN2 dimana seharusnya Pemprov dll lakukan inventarisasi sesuai aturan yang terbuka.

Ketiga, telah terjadi dugaan penyimpangan kewenangan oleh PTPN2 saat menata kelola lahan SHGU tersebut.

Keempat, telah terjadi dugaan penyimpangan kewenangan oleh PTPN2 saat menyerahan sebagian aset SHGU ke entitas lain.

“Kemudian kelima, terjadi dugaan penyimpangan kewenangan saat PTPN2 dalam praktik pengurusan perizinan pembangunan kota satelit itu ke Pemprov dan lain-lain, padahal seharusnya itu tupoksi dari anak perusahaan,” pungkasnya.

Surat Terbuka untuk Ciputra Group

Dalam rilis tertulisnya, Komunitas CTS turut memberi masukan kepada emiten properti PT Ciputra Development, Tbk yang berkode saham CTRA agar berhati-hati mengejar target penjualan tahun ini melalui proyek yang sedang dipersiapkan CitraLand Helvetia di Medan, Sumatera Utara.

Masukan ini disampaikan setelah Jum’at, 10 September 2021 lalu, CTS mengetahui Direktur Utama Ciputra Development Candra Ciputra menyebut bahwa emiten CTRA tengah menyiapkan satu proyek untuk dilucurkan disisa tahun ini yakni CitraLand Helvetia di Medan sebagai proyek kerjasama dengan PTPN2. Disebut bahwa tanahnya milik PTPN2 dan CTRA akan menjadi sebagai properti developernya.

CTS memberi bahan pertimbangan kepada CTRA bahwa kecenderungan yang terjadi dalam kaitan rencana kerjasama dengan PTPN2 yang kerap merugi itu adalah:
1. Aset PTPN II berupa lahan SHGU diketahui publik sudah ada dilepas pemerintah untuk dibagi kepada masyarakat namun sampai sekarang terkait luas dan letak-letaknya masih belum diumumkan secara resmi.

Pelepasan itu dipengaruhi faktor bahwa SHGU PTPN2 diduga kuat tidak ditatakelola dengan seharusnya sehingga digarap oleh masyarakat. Salah satu pemangku kepentingan itu yakni penggarap kecil, komunitas CTS.
2. Nyatanya, jangankan data pelepasan lahan yang belum diumumkan Pemprov Sumut, mekanisme/model inventarisirnya saja belum diumumkan secara terbuka. Sehingga terjadi beda-beda data di BPN Sumut, PTPN2 dan Pemkab Deliserdang.

3. Terlepas dari proses pemisahan kekayaan negara dari PTPN2 untuk modal statuta dan atau kas anak perusahaan yang dibentuk termasuk jika ada penyertaan modal berupa sebagian area SHGU, maka patut diduga penyertaan itu masih menyimpang dari perundangan.

SHGU PTPN2 adalah milik negara dibawah kewenangan Kemkeu sehingga PTPN2 tidak bisa serta merta menyerahkan sebagian dari aset itu ke entitas lain. Apalagi menyimpangkan SHGU layaknya fungsi SHGB walau kepada anak perusahaannya. Maka wajar saja jika anak perusahaannya yang digembar-gemborkan dimasyarakat akan menjadi patner Ciputra membangun area seluas 8.800 hektar hanya mendapat surat HPL (mirip penetapan lokasi/Penlok yang statusnya harus ditingkatkan setelah menempuh langkah tertentu baru bisa mendapat SHGB) dari Kanwil Kementerian ATR/BPN.
4. Anak perusahaan itu akan rumit, butuh energi dan waktu panjang untuk mendapat SHGB jika hanya berdasar keputusan peralihan dari Direksi PTPN II tanpa ada persetujuan dari Menteri Keuangan.
5. Sudah puluhan tahun lalu sejak SHGU digarap warga terlihat bahwa oknum PTPN II kerap melakukan tindakan pisik, bukan berperilaku berdasar hukum positif.

Jikalau rencana pembangunan itu terus didorong tanpa indahkan perundangan maka kami prediksi akan sangat mengganggu rencana-rencana bisnis CTRA ke depan serta bisa mendegradasi nama baik perusahaan sebab saat ini saja sudah kerap terjadi konflik dilapangan antar penggarap dengan oknum PTPN II dengan mengait-ngaitkan nama CTRA.

Idealnya, kondisi ruwet itu dihindari saja agar nama baik Ciputra Group tidak tercoreng dimemori publik sembari mengamati perubahan kebijakan PTPN II agar selaras peraturan. Namun terserah juga jika CTRA berani ambil sikap membenturkan nama baiknya melawan perasaan publik dan hukum positif.

Seperti diketahui sebelumnya, emiten properti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) siap mengejar target penjualan tahun ini, salah satunya dengan mempersiapkan satu proyek lagi sampai akhir tahun.

Direktur Utama Ciputra Development Candra Ciputra menyebutkan bahwa saat ini emiten berkode saham CTRA tersebut tengah menyiapkan satu proyek lagi untuk dilucurkan di sisa tahun ini.

“Masih ada CitraLand Helvetia di Medan, ini akan launching Desember dan akan menjadi proyek kerja sama dengan PTPN2. Tanahnya milik PTPN II dan kami sebagai properti developernya,” ujar Candra pada konferensi pers, Jum’at (10/9/2021).

Editor : Teuku/rilis

No Comments

Leave a Reply

LAINNYA
x