BICARAINDONESIA-Jakarta : Viral di media sosial, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengkritik sikap Presiden Jokowi di media sosial.
“Jokowi milik parpol, bukan milik rakyat,” kata BEM UI lewat akun Twitternya, @BEMUI_Official, dikutip Senin (22/5/2023).
BEM UI mengunggah tulisan dan gambar lewat akun Twitternya pada Sabtu (20/5) lalu. Mereka mempertanyakan sikap politik Jokowi.
“Apa yang Jokowi lakukan dengan terang-terangan selama ini, sudah jelas sekali hanya mementingkan aspirasi dari partai politik tertentu. Gestur politik Jokowi yang tidak mementingkan etika politik terlihat pada setiap langkah yang dia lakukan selama proses Pemilu berlangsung,” tutur BEM UI.
Menurut pandangan BEM UI, Jokowi telah menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu bakal calon presiden jelang Pemilu 2024 ini. Lantaran Jokowi menghadiri penetapan salah satu calon partainya dan mengapresiasi keputusan penetapan calon partainya. Partai yang menaungi Jokowi adalah PDIP dan PDIP mencareskan Ganjar Pranowo, (21/4/2023) lalu.
Kemudian, BEM UI mengemukakan catatan peristiwa-peristiwa Jokowi memberi dukungan ke capres. Berikut catatannya.
1. 21 Mei 2022, bentuk dukungan: Menyatakan calon bisa saja berada di antara mereka. Saat itu, salah satu calon hadir di tempat tersebut.
2. 26 November 2022, bentuk dukungan: Menyatakan pemimpin yang memikirkan rakyat adalah yang berambut putih.
3. 10 Januari 2023, bentuk dukungan:
Mengatakan bahwa calon presiden adalah kader PDIP ketika acara HUT ke-50 PDIP.
4. 4-6 April 2023, bentuk dukungan:
Bertemu salah satu calon beberapa kali ketika elektabilitasnya menurun akibat permasalahan Piala Dunia U-20.
5. 21 April 2023, bentuk dukungan: Mengantar salah satu calon ke Solo setelah calon tersebut ditugaskan menjadi capres PDIP.
“Jokowi seharusnya menjadi milik rakyat, bukan milik partai politik!” kata BEM UI.
Menurut BEM UI, Presiden Jokowi menggunakan fasilitas negara dalam upaya mengampanyekan salah satu capres. Fasilitas negara itu berupa pesawat kepresidenan yang digunakan setelah peresmian capres partainya.
Padahal, menurutmereka, itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur pejabat negara dilarang menggunakan fasilitas negara.
“Meskipun definisi dari ‘kampanye’ itu sendiri sering dipermasalahkan, melalui berbagai sikap yang dinyatakan, Presiden Jokowi telah melanggar norma etis demi kepentingan partai karena menggunakan fasilitas negara yang seharusnya dimanfaatkan hanya untuk kepentingan nasional,” sambung BEM UI.
Lebih lanjut, pada 2 Mei 2023, menurut catatan BEM UI, Jokowi kembali menggunakan fasilitas negara berupa Istana Negara untuk mengumpulkan beberapa aketua parpol, yakni Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketum PPP Muhammad Mardiono.
“Tidak ada detail yang jelas terkait isi pertemuan tersebut kecuali fakta bahwa Partai NasDem tidak diundang. Presiden Jokowi secara terus terang menyatakan NasDem tidak diundang karena sudah memiliki koalisi yang mendukung Anies Baswedan. Dalam konteks ini, Jokowi menjadikan Istana Negara sebagai panggung bagi lahir dan berkembangnya dinasti kekuasaan partainya,” tutur BEM UI.
Editor: Rizki Audina/*